Pertahanan Politik dan
Multistakeholder Governance
Pada zaman era modern saat ini dalam
ekonomi makro, resesi merupakan kondisi dimana produk domestik bruto (GDP)
menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua
kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi ini dapat mengakibatkan penurunan
secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi,
dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya
harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara
tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi
yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat
ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut
kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J. Harris membedakan
istilah-istilah atas dengan cara ini: “sebuah resesi adalah ketika tetanggamu
kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan.”
Hal ini terjadi ketika terjadinya peristiwa
Great Depression adalah jatuhnya pasar saham. Antara bulan September 1929 dan
Juni 1932, pasar saham jatuh sebesar 85 persen, yang berarti saham-saham
seharga $1.000 di masa puncak pasar saham tinggal seharga $150 di masa sulit
pasar di tahun 1932. Depresi dan jatuhnya pasar saham banyak dianggap sebagai
hal yang sama. Kenyataannya, perekonomian mulai menurun pada bulan Agustus
1929, sebelum pasar saham runtuh, dan terus turun hingga 1933. Antara tahun
1929 dan tahun 1932, PNB jatuh hingga hampir 30 persen dan tingkat pengangguran
naik dari 3 ke 25 persen. Hingga awal 1931, perekonomian menderita akibat
adanya depresi yang amat parah, tetapi itu bukanlah satu-satunya pengalaman
yang terjadi pada abad yang lalu. Pada periode sejak awal 1931 hingga Franklin
Roosevelt menjadi presiden di bulan Maret 1933 depresi tersebut menjadi
“Great”. Hal yang utama, Great Depression diingat karena dampak pengangguran
massalnya. Selama 10 tahun, dari 1931 hingga 1940, tingkat pengangguran
rata-rata 18,8 persen, bergerak antara 14,3 persen di tahun 1937 dan 24,9
persen di tahun 1933. Sebaliknya, tertinggi pada masa pasca Perang Dunia II, terjadi
pada tahun 1982, hanya di bawah 11 persen. Investasi kolaps saat Great
Depression; sesungguhnya, investasi neto negatif dari tahun 1931 hingga 1935.
Indeks harga konsumen turun hampir 25 persen dari tahun 1929 hingga 1933.
Mungkin inilah krisis keuangan
(crash) terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Crash ini telah memicu
terjadinya depresi yang berkepanjangan. Pecahnya bubble yang menandai
berakhirnya masa kemakmuran era 1920-an memberikan konsekuensi yang sangat
berat bagi rakyat AS. Crash ini tidak hanya membawa korban dari kalangan
investor di bursa saham semata, namun masyarakat AS pada umumnya turut menjadi
korban. Saat depresi dimulai, sedikitnya jumlah pekerjaan yang tersedia serta
sedikitnya jumlah uang yang dimiliki menjadi permasalahan yang menyebar ke
seluruh pelosok negeri. Ribuan keluarga kehilangan rumahnya dan bergantung pada
kebaikan hati sanak keluarga mereka yang lain. Perubahan sosial yang terjadi
sangat besar dan berlangsung sangat lama. Salah satu dampak sosial dari krisis
tersebut adalah perubahan struktur peranan masing-masing anggota keluarga.
Pandangan tradisional bahwa hanya laki-laki yang bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga menjadi berubah karena sangat sulit untuk mencari
lapangan perkerjaan. Istri dan anak-anak pun terpaksa bekerja agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan peran ini menyebabkan kerusakan keluarga
sehingga mereka menjadi bingung dan frustasi. Banyak sekali pasangan
suami-istri yang bercerai. Anak-anak dititipkan ke sanak famili sedangkan ayah
dan ibunya bekerja mencari nafkah.
Dari Segi Aspek Internasional
SGreat Depression secara virtual terjadi di seluruh
dunia. Dilihat lebih luas, ini merupakan akibat dari kolapsnya sistem keuangan
internasional. Hal itu juga disebabkan dari adopsi mutual oleh banyak negara (
termasuk Amerika Serikat ) mengenai kebijakan tarif tinggi, yang dimaksudkan
untuk menolak barang luar negeri agar dapat melindungi produsen domestik.
Kebijakan itu dikenal sebagai strategi
”beggar-thy-neighbor” karena berusaha “mengekspor” pengangguran dengan
meningkatkan posisi dagang satu negara sehingga permintaan atas
barang-barangnya menjadi beban mitra daganganya. Dan, tentu jika setiap negara
menghalangi barang asing masuk, volume perdagangan menurun, memberikan pengaruh
kontraksioner pada perekonomian dunia. merekam penurunan produksi dunia dan
dalam perdagangan internasional.
Hampir semua negara menderita depresi yang dalam
ditahun 1930-an, namun beberapa negara berada dalam kondisi lebih baik dari
Amerika Serikat. Swedia memulai kebijakan ekspansioner di awal tahun 1930-an
dan mengurangi tingkat penganggurannya dengan cepat pada pertengahan kedua
dekade itu. Perekonomian Inggris menderita tingkat pengangguran yang tinggi di
tahun 1920-an dan 1930-an. Di tahun 1931, Inggris meninggalkan standar emas
dilanjutkan dengan mendevaluasi poundsterling dan melakukan beberapa
improvisasi. Jerman tumbuh dengan cepat setelah Hitler berkuasa dan
meningkatkan belanja pemerintah. Cina lolos dari depresi hingga setelah tahun
1931 secara esensial karena memiliki sistem nilai tukar mengambang.
Di tahun 1939, PNB riil di Amerika Serikat naik
melebihi tingkat tahun 1929 untuk pertama kalinya dalam dekade tersebut. Tetapi
berhenti pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat secara formal terlibat dalam Perang
Dunia II, dimana tingkat pengangguaran akhirnya turun dibawah 5 persen.
Dampak pada Perekonomian Secara Keseluruhan
Krisis keuangan global terus menjadi pukulan hebat
bagi kebanyakan perusahaan. Kemerosotan ekonomi awal, yang terburuk sejak
Depresi Besar, telah mempengaruhi hampir semua sektor ekonomi. Berdasarkan
hasil survei, timbul pertanyaan bahwa, "sesiap apakah atau bagaimanakah
kesiapan perusahaan anda dalam menghadapi perubahan di lingkungan ekonomi
global mulai 18 bulan yang lalu? hanya satu responden menunjukkan
"Benar-benar siap." Hanya 22 persen dari responden menyatakan bahwa
organisasi mereka setidaknya agak siap untuk penurunan. Sebaliknya 32 persen
responden menunjukkan bahwa organisasi-organisasi mereka secara substansial
atau sama sekali tidak siap. Seluruh responden, paling tidak perubahan yang
diharapkan adalah kecepatan, tingkat keparahan dan durasi penurunan.
Responden survei kami bertanya apa yang akan mereka
lakukan secara berbeda dalam krisis masa depan didasarkan pada pengalaman
organisasi mereka selama paling baru siklus perencanaan strategis. Daerah yang
paling sering dikutip perbaikan meliputi Memperkuat pemikiran strategis tempat
lebih menekankan pada skenario perencanaan, analisis tren dan klien / pasar
mendengarkan. Institut siklus perencanaan strategis: membuat proses lebih
teratur dan penting dalam organisasi. Membuat sambungan ke sumber daya yang
lebih kuat alokasi: memastikan bahwa rencana strategis mengalokasikan sumber
daya dan menyambung ke anggaran. Meningkatkan keterlibatan kepemimpinan yang
lebih visibilitas dan keterlibatan langsung dalam proses perencanaan strategis
oleh para pemimpin senior. Kesempatan untuk perbaikan mereka menyebutkan
konsisten dengan temuan kami yang lebih umum. penurunan menyarankan bahwa organisasi
akan mendapat manfaat dari alat-alat yang dapat membantu organisasi untuk
membaca sinyal lingkungan tentang tren masa depan. Selain itu, perencanaan yang
menghubungkan langsung ke sumber daya dan tolok ukur kinerja, dan memiliki
kepemimpinan yang lebih langsung terlibat dalam proses diterima dengan baik
cara-cara untuk mendorong sebuah organisasi pelukan perencanaan strategis.
Kebijakan Pasca Great Deperession
Kejatuhan persediaan uang merupakan sebagian akibat
dari kegagalan bank-bank berskala besar. Bank mengalami kegagalan karena mereka
tidak dapat memiliki cadangan yang cukup guna memenuhi penarikan tunai
nasabahnya., dan dalam kesulitan itu mereka memakan depositnya sehingga
mengurangi persediaan uang. Tetapi kegagalan menjadi lebih parah dari kurangnya
persediaan uang, karena mereka menjadi kehilangan kepercayaan dari sebagian
depositor dan meningkatkan rasio mata uang-deposito yang dibutuhkan. Lebih jauh
lagi, bank yang belum mengalami kegagalan bersiap-siap dari kemungkinan
terjadinya bank run dengan meningkatkan cadangan relatif terhadap depositnya.
Kenaikan rasio mata uang-deposit dan rasio
cadangan-deposit mengurangi pengganda uang (money multiplier) sehingga dengan
cepat jumlah uang beredar mengalami kontraksi.
The Fred mengambil langkah untuk menangani kejatuhan
jumlah uang beredar. Selama beberapa bulan di tahun 1923 the Fred menjalankan
program pembelian pasar terbuka, tetapi disisi lain The Fed setuju menutup
bank-bank dan tentu gagal bertindak dengan semangat mencegah kolapsnya sistem
keuangan. Kebijakan fiskal juga lemah. Keinginan para politikus untuk
menyeimbangkan anggaran cukup menyulitkan, dan kandidat-kandidat presiden
mengkampanyekan adanya program anggaran berimbang. Keyakinan menyeimbangkan
anggaran lebih dari sekedar retorika, apapun, karena pemerintah negara bagian
dan daerah meningkatkan pajak untuk menutupi pengeluaran mereka, seperti yang
dilakukan oleh pemerintah federal, khususnya di tahun 1932 dan 1933. Presiden
Roosevelt mencoba dengan serius menyeimbangkan anggaran bukan Keynesian.
Surplus full employment menunjukkan kebijakan fiskal (gabungan pemerintah
negara bagian, daerah, dan federal) paling ekspansioner di tahun 1931 dan
bergerak ke tingkat kontraksioner dari tahun 1932 hingga 1934. Faktanya,
surplus full employment menjadi positif di tahun 1933 dan 1934, meskipun
terjadi defisit aktual. Tentu, konsep surplus full employment belum
diperkenalkan di tahun 1930-an. Aktivitas ekonomi mengalami pemulihan pada
periode dari 1933 hingga 1937, dengan kebijakan fiskal yang menjadi lebih
ekspansioner dan persediaan uang tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan persediaan
uang berdasarkan pada arus masuk emas dari Eropa. Hal ini menyebabkan
tersedianya uang berdaya tinggi (high-powered money) untuk sistem moneter. Dan
di tahun 1930-an itu the Fed memiliki cadangan emas paling besar.
Pengaruh Langsung terhadap Perekonomian
Indonesia
Krisis moneter di Amerika Serikat kali ini menumbulkan
dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari kepanikan investor
dunia dalam usaha mereka menyelamatkan uang mereka di pasar saham. Mereka
ramai-ramai menjual saham sehingga bursa saham terjun bebas. Sejak awal 2008,
bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41% (sebelum kegiatannya
dihentikan untuk sementara), dan zona Eropa 37%. Sementara pasar surat utang
terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga komoditas anjlok,
apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilai bahwa resesi ekonomi
akan mengurangi konsumsi energi dunia.
Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada
bank lain yang minta kredit kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini
berarti bahwa bank-bank yang tadinya memperoleh likuiditas dari sesama bank
menjadi kekeringan likuiditas, sedangkan bank-bank yang termasuk kategori investment
bank atau hedge fund tidak mendapatkan uangnya dari penabung individual, tetapi
dari bank-bank komersial atau sesama investment bank atau sesama hedge funds.
Jadi dampak pertama adalah kekeringan likuiditas.
Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya
yang sudah jatuh tempo tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya
tidak mampu membayarnya tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu individu
yang membeli rumah-rumah di atas batas kemampuannya memang tidak mampu memenuhi
kewajibannya. Lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan sadar
memberikan kredit rumah kepada orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya namanya
subprime mortgage. Sub artinya di bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi
dengan sadar memang memberikan kredit rumah kepada orang-orang yang tidak
bonafid atau tidak layak memperoleh kredit. Bahwa kepada mereka toh diberikan,
bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang disebut sliced and diced tadi.
Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada sesama bank mengakibatkan
terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain kepada Lehman
Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.
KESIMPULAN :
Peristiwa Great Depression ini terjadi sekitar tahun 1929 di Amerika
Serikat, yang memberikan banyak dampak terhadap perekonomian di seluruh dunia.
Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa sistem kapitalis yang selama ini menjadi
pedoman pergerakan ekonomi dunia, sudah dinilai gagal dalam menciptakan tatanan
ekonomi dunia baru yang lebih adil, seimbang dan mampu memberikan kesejahteraan
bagi penduduk didunia.
Krisis moneter di Amerika Serikat
kali ini menimbulkan dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari
pasar surat utang yang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga
komoditas anjlok, selain itu para spekulator komoditas minyak menilai bahwa
resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia. Pemerintahan dimasing –
masing negara juga melakukan beberapa kebijakan – kebijakan untuk mengatasi hal
ini. The Fred mengambil langkah untuk menangani kejatuhan jumlah uang beredar. Selain itu keinginan para politikus untuk
menyeimbangkan anggaran cukup menyulitkan, dan kandidat-kandidat presiden
mengkampanyekan adanya program anggaran berimbang. Keyakinan menyeimbangkan
anggaran lebih dari sekedar retorika apapun, karena pemerintah negara bagian
dan daerah meningkatkan pajak untuk menutupi pengeluaran mereka.
SARAN :
Jika dipandang menurut sistem ekonomi
islam untuk menuju sistem ekonomi dan keuangan yang kuat adalah dengan segera
membangun system ekonomi dan keuangan Islam yang terintegrasi. Baik perbankan,
pasar modal dan institusi keuangan syariah lainnya, dan perdagangan barang dan
jasa. Kita membutuhkan penguatan pendanaan dan peran Islamic Development Bank
(IDB), sebagai World Bank-nya dunia Islam. Dengan demikian integrasi sistem
perekonomian akan semakin kokoh.
Selain itu juga perlunya multistakeholder
governance dari para pemangku kepentingan agar ketika suatu negara mengalami
suatu krisis ekonomi, dapat diatasi dengan beberapa kebijakan – kebijakan yang
dapat mengurangi dampak dari krisis tersebut. Sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan negara juga tidak luntur. Dan bahkan masyarakat
juga dapat ikut berpartisipasi dalam mengatasi krisis yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar